Seorang kawan secara santai bertanya; Kenapa yach banyak orang suka menulis, baik dimedia cetak, media sosial, buku atau media lainnya?
Terang saja saya agak kaget dengan pertanyaannya itu,
lantas dia melanjutkan bukan apa-apa, kalau tulisan itu memuat hal yang
baik-baik saja, tidak masalah. Tetapi sekarang kita lihat berapa banyak
tulisan-tulisan sekarang yang berseliweran di media itu isinya serampangan; ada
yang menghina, menuduh, memfitnah, atau dengan lain kata menyampaikan sesuatu/
hal itu sesuai dengan hasrat dan emosinya saja, tanpa memikirkan segala akibat
yang akan terjadi pasca dia menulis.
Selanjutnya yang terjadi tentu pro dan kontra atas
pernyataan itu yang kemudian aksesnya bisa semakin berkembang dan berdampak
bagi interaksi sosial lebih lanjut secara luas seperti perang opini, isu sosial
dan sara bahkan kriminal sebagai ekses dari penyebaran informasi yang
sesungguhnya tidak informatif.
Kalau begitu lantas apa tujuan dan manfaat dari menulis
sesuatu itu jika hanya menimbulkan hal-hal yang tidak baik dan mudarat,
ketusnya;
Saya lalu menjawab saat itu apa adanya. Jawaban saya pada
saat itu kurang lebih persisnya seperti ini;
1. Terkadang
seseorang itu menulis hanya sekedarnya saja, terlebih dimedia sosial, mereka
menulis sebatas apa yang dia lihat, apa yang dia rasa, sekedar lewat, sekedar
numpang, sekedar iseng atau hanya sekedar menghibur pembaca dari aktivitas
keseharian dan lainnya. Akan tetapi kendati sesederhana itu sesungguhnya ada
hal yang ingin dia capai yaitu menginformasikan sesuatu (gagasan/ ide), tentu
setelah itu dia berharap tulisannya itu mampu mempengaruhi, mengajak,
merangsang dan menstimulus orang lain (pembaca) untuk menentukan sikap, apakah
setuju/ mendukung atau menolak/mengkritik yang dikemukakan penulis. Bahkan
dalam hal yang lebih luas terkadang seorang penulis itu punya motif untuk
memancing pembaca agar ada umpan balik “feed
back” karena pada dasarnya dia menulis dalam rangka mencari ide/gagasan
yang paripurna dalam memecahkan sebuah masalah.
2. Seseorang
punya keinginan menulis itu biasanya ingin menyampaikan segala sesuatu yang ada
di hati dan pikirannya saat itu, maka tentu saja suasana hati sangat
berpengaruh pada saat dia menuangkan buah pikirannya dalam tulisan. Suasana hati
seseorang jika dalam keadaan sedih, susah, gundah gulana, marah tentu berbeda
dengan suasan hati orang yang lagi gembira, bahagia, senang, riang.
3. Kemampuan
seseorang menuangkan ide dan gagasan dalam bentuk tulisan banyak sedikit
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan seseorang (tanpa bermaksud diskrminatif), tentu saja tingkat pendidikan yang
dimaksud itu adalah baik strata maupun jenis pendidikan yang ditempuhnya.
Seorang sastrawan tentu akan berbeda cara dan corak menulisnya dengan seorang
politisi, seorang wartawan tentu tidak akan sama dengan seorang dengan seorang
pegawai negeri begitu seterusnya. Contoh; jika seorang ahli biologi menulis
tentang kesetaraan gender, mungkin dia sedang iseng saja atau mungkin ada
motivasi lain yang kita tidak tahu, jadi jika sekiranya ada kekeliruan dalam
tulisannya, kita bisa paham dan mentolerirnya seraya cukup menyampaikan kritik
dan saran.
4. Seorang
penulis biasanya akan semakin termotivasi menulis karena dengan intens menulis dapat
semakin menambah perbendaharaan, memperluas dan meningkatkan kosa kata yang
belum diketahuinya karena seorang penulis juga pasti banyak membaca, dapat
melancarkan tulis menulis baik kalimat, paragraf maupun wacana atau opini.
Semakin sering menulis juga dapat berimprovisasi dalam hal gaya penulisan.
Dengan menulis kita bisa mendapatkan keuntungan secara materi yaitu honorarium
jika menulis dijadikan sebagai profesi, dan betapa banyak orang yang hidup dari
menulis dan secara non materi yang tidak bisa dinilai dengan segala sesuatu
adalah kenikmatan dan kepuasan batin tersendiri dari menulis, bahkan tidak
langsung secara sosial seorang penulis bisa mendapatkan manfaat yang luar biasa
yakni dikenal banyak orang dan mendapat popularitas dimana-mana karena
tulisan-tulisannya.
Keynote;
Menulis adalah sesuatu yang mesti dilazimkan bagi setiap
insan yang terdidik, menulis seharusnya menjadi menu utama bagi setiap kita
yang bisa membaca. Sesungguhnya menulis dan membaca ibarat dua sisi mata uang
yang mesti saling melengkapi.
Menulis adalah cara paripurna mengeja zaman,
menulis adalah cara jalan setapak menjejalkan dan menjejakkan kaki-kaki dalam rautan
sejarah, menulis menisbahkan diri bagi peradaban dan keberadaban. Maka “Menulislah Kawan”
Special For “Inspirasi Menulisku” : Kanda Yusran
Darmawan, Kanda Maulana Asfar nurdin,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar